Saturday, November 23, 2019

The Crown : The Ideal Portrait of a Not so Ideal Life of The Royal Family




Tv series garapan Netflix berjudul The Crown yang saat ini baru saja selesai menayangkan episode terakhir dari season terbarunya menuai banyak pujian dan popularitas semenjak awal ditanyangkan. The Crown mengisahkan kehidupan Ratu Inggris Elizabeth II yang saat ini masih memimpin kerajaan Inggris. Sejak awal penayangan, The Crown menuai pujian, dari mulai penampilan para aktor, penyusunan script, pengambilan gambar, dan sutradaranya. Sang penulis naskah ingin mengangkat topik-topik yang memang benar-benar tejadi dalam kehidupan keluarga kerajaan Inggris, dan fokus kepada apa yang Ratu Elizabeth II lalui semasa menjabat sebagai wanita terpenting dalam jajaran kekuasaan Inggris.


Dalam serial tersebut, kita melihat bagaimana kehidupan mereka jauh dari kesan ideal. Hubungan suami istri antara sang ratu dengan suaminya, dilema yang dihadapi dalam mengambil keputusan politik, dan kritik-kritik pedas yang dialami keluarga kerajaan, hingga skandal yang dihasilkan oleh anggota keluarga mereka sendiri. Seolah-olah semua hal harus mereka selesaikan dengan sempurna hanya karena mereka merepresentasikan keluarga yang ideal, hidup dengan kemewahan, dan privilege yang jauh dari apa yang rakyat mereka dapatkan.


Rakyat Inggris tidak salah menuntut kesempurnaan dari keluarga kerajaan. Mereka membayar pajak demi keluarga kerajaan hidup nyaman, dan bagaikan konsumen, masyarakat menuntut keluarga kerajaan menjalankan tugasnya dengan baik. Namun terkadang kita sebagai konsumen tidak melihat dari dekat. Kita hanya fokus kepada kesalahan dan lupa untuk mengingat hal-hal dan tanggung jawab yang harus mereka tanggung sebagai keluarga paling berpengaruh di dunia. Jika mereka membuat kesalahan, yang pasti mereka temui karena tidak ada yang sempurna di dunia ini, bukan masyaratakt Inggis sebagai konsumen yang menjadi sorotan, tetapi Ratu Elizabeth. Ia bertanggung jawab atas semua itu, dan tanggung jawab sebesar itu mahal harganya.


Hal inilah yang The Crown coba tampilkan, kehidupan keluarga kerajaan Inggris yang juga diliputi drama, pertengkaran, kesedihan, dan manipulasi yang layaknya keluarga biasa, selalu dilalui. Mereka juga memliki anggota keluarga yang tidak ideal, anggota keluarga yang malu untuk mereka tampilkan, selalu membuat onar, layaknya keluarga biasa. Walaupun drama yang ditampilkan terkadang berlebihan, dan mungkin saja tidak pernah terjadi tetapi bukan itu tujuannya. Mereka juga manusia, itulah yang coba ditampilkan oleh The Crown. 



Monday, July 22, 2019

500 Days of Summer. 10 Tahun Kemudian.

Bagi kalian para pecinta romantic comedy tahun 2000an, mungkin sudah pernah mendengar film berjudul “ 500 Days of Summer “, yang dirilis tepat 10 tahun yang lalu. Untuk memperingati ulang tahun 500 days of summer yang ke 10, saya mencoba untuk membahas beberapa aspek dalam film ini yang masih diperbincangkan oleh para pecinta film sampai sekarang. Aspek-aspek ini tidak habis-habisnya di bahas baik lewat platform youtube, blogger, bahkan sampai majalah online maupun cetak. Bagi yang belum nonton dan yang gak suka spoiler bisa search dulu film nya dan tonton sampai habis, setelah itu bisa balik lagi ke sini. Bagi yang belum nonton tapi gak peduli akan spoiler, mari kita bahas. 
500 days of summer mengisahkan seorang pria bernama Tom yang jatuh cinta dengan wanita bernama Summer (persis seperti judul filmnya, yang sebenernya adalah kode dari 500 hari Tom bersama Summer). Tom bertemu Summer di tempat mereka bekerja (office romance gitu deh), dan pertama kali ketemu Summer, Tom langsung jatuh cinta. Tapi karena temen kerjanya (yang juga temen deket Tom) membuat Tom agak ragu mendekati Summer. Singkat cerita, suatu hari perasaan suka Tom diketahui Summer, dan akhirnya mereka pacaran. Suatu hari, perasaan Summer berubah drastis, dan terjadilah pertengkaran hebat yang akhirnya membuat mereka putus. Tom amat sangat patah hati, dan seketika mood nya berubah suram, Tom tidak masuk kerja, kalaupun masuk kerja, ia sulit konsentrasi, dan pekerjaannya terbengkalai. Fast forward, Tom ketemu lagi dengan Summer di suatu event, dan mulai lah cinta lama bersemi kembali. Harapan Tom untuk merajut cinta kembali dengan Summer berakhir setelah Tom melihat  Summer mengenakan cincin pernikahan. Seketika perasaan patah hati itu kembali, namum kali ini lebih menyakitkan.

Setelah kalian membaca plot ceritanya, seperti  cerita komedi romantis pada umumnya kan? Cowo ketemu cewe, saling tertarik, pacaran, berantem, putus, dan patah hati. Tapi, ada beberapa hal dalam film 500 days of summer yang layak untuk dibahas lebih lanjut. Personally, saya akan mebahas 3 aspek tersebut : 

1.      Not Manic Pixie Dream Girl.
Manic pixie dream girl adalah istilah bagi karakter/tokoh wanita dalam drama baik film maupun theater yang sempurna dari segi personality, unik dalam berpakaian, cantik secara fisik, menarik dalam berperilaku, dan instantly membuat karakter utama pria jatuh cinta. Jadi bayangkan seorang tokoh wanita yang perfect in every way yet so mysterious, cantik, original, menggoda. Nah itulah definisi umum dari manic pixie dream girl, tujuannya apa dibuat tokoh seperti itu?, tentu dalam sebuah drama, semua tokoh memiliki peran dan tujuannya, nah kalau tokoh ini fungsinya simple, yakni mengajak tokoh utama pria ke tujuan yang telah di tetapkan oleh sang penulis atau creator drama. Entah tokoh utama pria itu harus belajar tentang pahitnya hidup, indahnya jatuh cinta, atau belajar tentang kenyataan hidup dan mati, semua secara tidak langsung diajarkan oleh sang manic pixie dream girl. Lalu hubungannya dengan 500 days of summer apa? Banyak yang mengatakan bahwa Summer adalah tipikal Manic Pixie Dream Girl, dimana gara-gara Summer, Tom akhirnya belajar bagaimana bahagianya jatuh cinta, dan sedihnya di khianati. Summer pun memiliki semua kriteria dari manic pixie dream girl, namun menurut saya, Summer bukanlah tokoh yang dibuat sebagai manic pixie dream girl. Summer ada hanya karena Tom, dan jika Tom tidak membayangkan Summer, maka Summer tidak muncul dalam film. Summer hanya muncul jika Tom mengingat atau berinteraksi denganya. Summer bukan tokoh independent, ia hanya proyeksi dari Tom, sang tokoh utama. Sedangkan sifat dari tokoh manic pixie dream girl adalah bebas, ia tidak terikat oleh sang tokoh utama, ia bebas keluar masuk plot cerita dalam drama.
2.  Summer is the object of Tom.
Summer ada dalam cerita karena Tom. Dalam film, perpektif yang ditampilkan adalah hanya dari sisi Tom, sang tokoh utama. Summer muncul dalam scene ketika Tom bertemu dengannya, atau mengingat tentangnya. Dengan kata lain Summer akan muncul jika Tom menginginkannya untuk muncul. Kedalaman karakter dari Summer pun tidak diperlihatkan, hal ini dikarenakan kita tidak melihat sisi lain dari Summer, kita melihat Summer dalam scene hanya dari pandangan Tom. Selain itu, perubahan sifat Summer secara tidak langsung merupakan refleksi dari perubahan mood Tom. Hingga di akhir film, ketika tokoh Summer beranjak dewasa secara emosional, begitu juga Tom.
3. It’s not Summer’s fault.
Sebagian besar orang yang menonton film ini menyatakan bahwa semua ini salah Summer. Tom hanyalah seorang pria tidak bersalah yang lugu, yang dimanfaatkan oleh Summer, dan akhirnya dicampakkan begitu saja hingga patah hati. Hal ini menurut saya tidak benar. Tom juga bersalah. Sejak awal mereka mulai dekat, Summer dengan tegas menyatakan pendapatnya bahwa ia tidak sedang mennginginkan hubungan yang serius. Disanalah seharusnya Tom sadar bahwa hubungan mereka akan berakhir kandas, dan Summer hanya menginginkan kesenangan semata. Jika Tom benar-benar mendengarkan apa yang dikatakan Summer, dan setuju untuk menjalani hubungan seperti itu, semua akan baik-baik saja, jika Tom tidak sanggup, ya sudahi saja. Namun apa yang terjadi?,ketika Summer membuka hati dan berkata jujur kepada Tom tentang apa yang ia inginkan, Tom tidak mendengarkan, ia menganggap itu sebagai kata-kata tidak berarti. Setelah itu, ketika Summer mulai jenuh, dan sikapnya pun mulai berubah, disanalah Tom merasa seperti dicampakkan, tidak dipedulikan, dan dianggap tidak berarti. Tom menuntuk kejelasan atas hubungan mereka, namun Summer semakin menarik diri dan menganggap Tom sebagai teman. Disinilah audience melihat Tom sebagai korban dan Summer sebagai pelaku kejahatan. Hal ini tidak sepenuhnya salah audience. 500 days of summer, memang mengisahkan kisah cinta dari perspektif Tom, jadi otomatis kita digiring untuk bersimpati terhadap Tom. Namun jika kita melihat dari keseluruhan cerita, hal itu menjadi berbeda.
Tidak banyak film romantic comedy yang mempunyai plot simple tetapi mengundang banyak pertanyaan dan pembahasan sampai 10 tahun setelah film tersebut rilis. Inilah keunikan dari 500 days of summer, dan mengapa film ini dinobatkan sebagai timeless classic romantic comedy (termasuk menjadi salah satu film favorit saya), dan merupakan film yang dapat dinikmati semua gender. Hal pendukung lainnya yang juga berperan penting adalah performance dari Joseph Gordon Levitt sebagai Tom, dan Zooey Deschanel sebagai Summer yang super oke, chemistry dari keduanya, dan production design yang kece. Kedua actor tersebut berhasil memerankan Tom dan Summer denganamat sangat baik hingga penonton merasa bersimpati. Bagi kalian yang belum nonton, ini salah satu film rekomendasi saya, kalian bisa belajar banyak hal terutama tentang bagaimana melihat hubungan percintaan dari dua sisi dan bagaimana menyingkapi percintaan dengan dewasa. Banyak film yang hanya dibuat untuk menghibur, dan itu tidak salah, memang film dibuat untuk itu. Namun jika kalian menemukan sesuatu yang lebih ya kenapa tidak?. Film ini mengajarkan saya bahwa everything is not as they seem. Cobalah untuk melihat sesuatu lebih dari apa yang disajikan di depan mata. You might be surprised to what you’ll found.

Silahkan melihat link-link di bawah ini sebagai bahan referensi :


Wednesday, June 7, 2017

THE COLLATERAL BEAUTY


Tidak banyak film yang mempengaruhi saya secara emosional. Salah satunya adalah film “The Collateral Beauty”. Film yang rilis di bulan desember 2016 ini dibintangi oleh Will Smith, Edward Norton, Kate Winslet, Michael Pena, Helen Mirren, Keira Knightley, Naomie Harris, dan Jacob Latimore. The Collateral Beauty mengisahkan tentang seorang pengusaha sukses bernama Howard (Will Smith) yang memutuskan untuk mengunci diri dari kehidupan setelah anaknya yang masih kecil meninggal akibat penyakit langka. Ia menceraikan istrinya, meninggalkan pekerjaannya, dan menolak untuk bersosialisasi dengan siapapun selama bertahun-tahun. Tiga orang sahabatnya yang bekerja di perusahaan yang ia bangun memutuskan untuk menyewa detektif dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata Howard menuliskan surat kepada Cinta,Waktu, dan Kematian, sebagai bentuk kekesalannya. Tanpa diduga, Cinta, Waktu, dan Kematian menemuinya dan memberikan respon atas kekesalannya.


Saya tidak akan membahas teknis film ini, tapi lebih ke pesan moral yang coba ditawarkan film ini kepada kita. Mengapa? karena dalam film ini proses pengambilan gambar menggunakan teknik yang biasa, tidak ada efek CGI berlebihan. Selain itu genre film ini adalah drama, jadi teknik produksi tidak terlalu rumit. Lain dengan film action, fantasy, dan lainnya yang memang mengandalkan teknik pengambilan gambar.

Film ini mempengaruhi saya secara emosional, terdapat beberapa pertanyaan yang muncul di kepala saya setelah saya menonton film ini. Agak spoiler sedikit (kalau ada yang belum nonton filmnya dan tidak suka akan spoiler ya coba nonton dulu film nya setelah itu baru balik lagi ke sini ya ^^), dalam film untuk menyelamatkan perusahaan yang sudah susah payah dibangun oleh Howard, tiga sahabatnya membayar 3 orang aktor dan aktris untuk memerankan cinta,waktu, dan kematian, berharap dengan adanya konfrontasi langsung dari subjek kekesalan dalam suratnya, Howard akan bisa bangkit lagi. Pertanyaan yang muncul dalam kepala saya adalah, bagaimana jika semua kode alam yang ditunjukkan kepada kita bukanlah benar-benar dari alam, namun hanya rekayasa manusia?

Karena itulah yang coba dilakukan oleh sahabatnya, menyewa aktor untuk memerankan “kode alam”. Ketika saya mulai skeptic , muncul lagi pertanyaan, bagaimana kalau sebenarnya alam yang mengirim pesan kepada sahabat Howard dan “menyuruhnya” untuk melakukan hal tersebut demi menyelamatkan hidup sahabatnya? Ada pepatah yang mengatakan bahwa “God saves those who wants to be saved.” (Tuhan menyelamatkan mereka yang ingin diselamatkan). Howard tidak ingin diselamatkan, dengan begitu ia semakin tenggelam dalam duka dan tersesat dalam kesedihan, namun sahabatnya fokus untuk mencari cara menyelamatkanya, dan di saat mereka depresi, muncul lah ide tersebut. Dengan kata lain, Howard tidak mau menyelamatkan dirinya sendiri sehingga alam tidak dapat menyelamatkannya, sedangkan sahabatnya ingin menyelamatkanya sehingga alam pun merespon dengan “membisikkan” ide tersebut.

Hal selanjutnya akan saya pecah ke dalam analisis karakter dan bagaimana kita bisa mengambil pesan yang coba mereka ungkapkan.

1. Whit dan Aimee (Love)
Whit (Sahabat Howard), memiliki permasalahan tentang cinta. Ia diceraikan istrinya karena berselingkuh, dan anaknya membencinya karena hal itu. Whit tidak bisa memperbaiki hubungannya dengan anaknya, apa lagi istrinya yang sudah menikah lagi dengan pria yang lebih sukses dan kaya dari dirinya. Mengapa ia dipasangkan dengan Aimee (aktris yang memerankan sosok Cinta)? Selain dari topik permasalahan pribadi nya yang fokus akan topik “Cinta”, secara teknis pengambilan gambar, di awal film Howard memberikan pidato kepada semua karyawan nya “We long for love, we wish we had more time, and we fear death.” (Kita merindukan cinta, kita berharap memiliki lebih banyak
waktu, dan kita takut akan kematian). Saat Howard menyatakan topik tentang “Cinta” kamera fokus kearah Whit. Whit selalu menyebutkan Love, Time, Death, menyebutkan Love lebih dulu. Berbeda dengan sahabatnya yang lain. Disinilah mengapa Whit dipasangkan dengan Aimee. Karakter yang dimainkan oleh Keira Knightley bernama lengkap Aimee Moore, “Aimee” berarti “Cinta” dalam bahasa Perancis, jadi Aimee Moore bisa berarti Love More (Lebih Mencintai). Aimee juga mempunyai karakter lebih emosional dibanding yang lain. Permasalahan yang ada dalam diri Whit yakni, Whit merindukan masa-masa dimana ia dicintai (oleh isterinya dan anaknya), namun ia tidak mampu bertindak untuk mewujudkannya, ia butuh motivasi, dan Aimee memberikannya. Aimee bersedia makan malam dengan Whit kalau ia berhasil memperbaiki hubungannya dengan anaknya. Rasa ketertarikan nya kepada Aimee memberikan motivasi pada Whit, dan akhirnya dapat memperbaiki hubungannya.

2. Claire dan Raffi (Time)
Claire sedang berjuang dengan waktu. Ia ingin memiliki seorang anak, namun umurnya sudah tidak memungkinkan. Keinginannya berlawanan dengan waktu yang ia miliki. Inilah permasaahan utamanya. Ketika Howard memberikan pidato di awal film, saat ia mengatakan “we wish we had more time” kamera fokus ke arah Claire. Claire pun menyebutkan Time, Love, Death, menyebutkan Time terlebih dahulu. Inilah yang di inginkan Claire. Raffi memerankan “Time”, sosok anak muda yang terus bergerak, dan energik, layaknya waktu yang terus berjalan. Raffi pun mengkonfrontasi Claire dengan mengatakan “Your children don't have to come from you. They go through you. So, I wouldn't consider the battle with time over just yet.” (Seorang anak tidak harus datang dari diri mu sendiri. Mereka hadir melalui diri kita. Jadi saya rasa pertarungan mu dengan waktu belum berakhir). Raffi berusaha mengatakan bahwa, kehadiran seorang anak tidak harus datang dari diri kita secara biologis, kita tidak harus memiliki kemampuan tersebut jika ingin memiliki anak. Anak datang melalui diri kita, terlepas apapun metodenya. Jadi Claire masih memiliki waktu untuk mempunyai anak, apapun caranya. Claire membutuhkan konfrontasi dari Raffi, dimana Claire yang sudah berumur merasa tidak memiliki waktu lagi, sedangkan Raffi yang masih remaja memiliki waktu yang panjang. Kontradiksi ini lah yang membuat Claire merasa nyaman, ia merasa Raffi memberikan waktunya untuk nya, melalui konfrontasi tersebut. Raffi (yang masih muda) merasa waktu masih panjang, ia mengatakan bahwa (ketika memerankan Time) “I am a gift.” (Aku adalah berkah). Raffi menyarankan agar jangan membuang-buang waktu, lakukan apa yang engkau inginkan.

3. Simon dan Brigitte (Death)
Simon mengidap penyakit yang merusak paru-parunya, dan ia sedang sekarat. Ketika Howard menyatakan dalam pidatonya “We fear death”, kamera fokus ke arah Simon. Ketika simon berkata Death, Love, Time, ia menyebutkan “Death” terlebih dahulu. Inilah yang ia takutkan. Ia berusaha
menyembunyikan penyakitnya. Simon takut menghadapi kematian karena ia takut meninggalkan keluarganya tanpa apapun. Singkatnya, ia takut menghadapi kematian. Brigitte (Helen Mirren) memainkan sosok “Death”. Brigitte, digambarkan sebagai sosok yang santai, free spirit, dan selalu berpikir positif. Brigitte, melambangkan bahwa, kematian atau Death janganlah dipandang sebagai sesuatu yang menyedihkan, gelap, dan menakutkan. Kematian merupakan bagian dari alam, dan pasti akan dialami oleh semua insan yang ada di dunia ini, suka ataupun tidak suka. Brigitte mengatakan kepada Simon bahwa “You should not fear death. Make peace with it. See it as what it is. Don’t try to deny it.” (Kamu jangan takut akan kematian. Berdamailah dengannya. Lihat sebagaimana adanya. Jangan berusaha untuk mengelaknya). Karena nasehat itu lah Simon memberanikan diri untuk menghadapi apa yang akan ia temui. Ia berani mengatakan keadaannya kepada istri dan keluarganya, juga teman-temannya. Akhirnya ia bisa berdamai dengan kematian.


The Collateral Beauty merupakan film yang menawarkan kita untuk membuka mata dan melihat keindahan dari segala hal yang menimpa kita, baik ataupun buruk. “Collateral” berarti dampak beruntun dari suatu kejadian, atau bisa disebut sebagai efek domino. Film ini berusaha mengatakan bahwa apapun yang terjadi memiliki sisi positif, asalkan kita mau menyadarinya. “Make sure you see the collateral beauty”.

Tuesday, January 13, 2015

Evolution in Film

     Selama beberapa tahun belakangan ini, kita banyak melihat film-film yang mengedepankan topik-topik sosial, politik, ilmu pengetahuan, hak asasi manusia, psikologi perkembangan, dan sexualitas. Topik-topik tersebut yang tidak banyak dibicarakan masyarakat pada umumnya justru diangkat secara jelas dalam layar lebar dan televisi. Pembicaraan tentang transgender, homoseksual, persaingan politik, ras, kenakalan remaja, disabilitas, teori ilmu pengetahuan, bahkan penyakit yang tidak diketahui masyarakat umum di beberkan secara jelas melalui film dan televisi.
      Film-film seperti "Boys Don't Cry", "MILK", dan serial televisi seperti "Masters of Sex", dan "Transparent" mengangkat topik seksualitas. "Boys Don't Cry" mengangkat permasalahan transgender dalam dunia remaja begitu juga "Transparent" yang mengangkat topik sama namun dari sisi orang tua yang merupakan seorang transgender. Sedangkan dalam film "MILK" mengangkat tentang homoseksual yang memperjuangkan kesetaraan hak sebagai warga negara di masa-masa hal tersebut tabu untuk dibicarakan, ini juga masuk kedalam kategori politik. Serial televisi "Masters of Sex" mengangkat topik seksualitas secara general, bagaimana tubuh manusia merespon rangsangan-rangsangan fisik dan bagaimana sex dilihat sebagai bentuk fenomena tubuh manusia, hal ini mengelompokkan seksualitas sebagai topik yang sebelumnya tabu untuk dibicarakan menjadi pembahasan ilmu pengetahuan.
       Selain seksualitas, topik yang dahulu tabu untuk dibicarakan seperti politik mulai diangkat dalam serial televisi "House of Cards", serta film yang menuai kontroversi yakni "The Interview". Topik ras kulit hitam sudah banyak diangkat dalam berbagai film belakangan ini seperti "The Butler","12 Years of Slave","The Help", dan film terbaru yang menjadi topik perbincangan yakni "Selma". Selain itu, topik ilmu pengetahuan seperti teori tentang waktu, relativitas, dan penyakit dibahas dalam film "The Theory of Everything". Topik kenalakan remaja dan psikologi perkembangan dibahas sepenuhnya lewat film yang merekam jejak perkembangan seorang anak selama 12 tahun dalam "Boyhood".


Ada apa dengan film-film di atas? apakah ini menunjukkan bahwa film tidak lagi berfungsi sebagai hiburan semata?
     Keberadaan dan apresiasi yang tinggi terhadap film-film yang mengangkat topik-topik tingkat tinggi tersebut menandakan bahwa film sudah mengalami evolusi. Film saat ini tidak hanya dituntut untuk menghibur, namun juga mengedukasi, serta berani mengutarakan pendapat melalui cerita dan seni peran. Hal ini juga menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat sangat didukung penuh oleh banyak orang. Hiburan saat ini sudah tidak lagi mementingkan "haha-hihi" namun evolusi dalam dunia hiburan juga merupakan kepuasan dalam mengetahui hal-hal yang tabu untuk dibicarakan. Masyarakat haus akan hiburan yang menyentuh, berani, serta meningkatkan semangat keadilan dan kemanusiaan. Evolusi ini juga tidak terjadi dengan sendirinya, tidak ada asap kalau tidak ada api. Pemicu evolusi ini salah satunya adalah manusia yang telah berkembang menjadi sosok yang kritis terhadap lingkungan sekitar. Permasalahan yang ada dalam lingkungan membuat manusia berpikir dan menuntut tatanan hidup lebih baik. Cara berpikir inilah yang mendorong masyarakat haus akan film-film tersebut dan ini merupakan bentuk baru dalam seni perfilman.



Wednesday, January 7, 2015

Recipe for Good Romantic Comedy Movie : Two Night Stand

Kemarin saya baru selesai menonton film "Two Night Stand" yang keluar pada awal tahun 2015. Film romantic comedy ini diperankan oleh Analeigh Tipton (mantan juara 3 America Next Top Model 2012, bermain di Warm Bodies, Crazy Stupid Love) dan Miles Teller (Rabbit Hole, Whiplash, Spectacullar Now, Divergent) mengisahkan tentang dua orang yang baru saja gagal dalam menjalankan hubungan percintaan dipertemukan lewat online dating yang sama-sama ingin melakukan one night stand, kedua orang ini yang sama sekali tidak saling mengenal akhirnya jatuh cinta dikarenakan campur tangan bencana alam yang terpaksa mengurung mereka berdua di dalam apartemen Alec (Miles Teller) keesokan harinya setelah mereka melakukan one night stand.

Apa yang menarik di film ini adalah ketertarikan natural yang ditunjukkan oleh kedua pasangan ini, Megan (Analeigh) yang sangat sensitif namun memiliki sisi agresif dan Alec (Miles) yang santai namun di sisi lain sangat hati-hati menghadapi Megan.

Megan yang menemukan Alec dalam situs online dating hanya menginginkan pelampiasan rasa patah hatinya begitu juga Alec yang pada awalnya hanya ingin membalas kekasihnya yang akan memutuskannya. Namun komunikasi dan kebersamaan yang mereka jalani membuat hal tersebut berbuah manis.

Ini adalah situasi normal dalam film romantic comedi, dimana dua orang asing dipertemukan dalam satu situasi dimana mereka sedang berada dalam sisi terburuk hidup mereka, karena kesamaan nasib dan kebersamaan inilah tumbuh rasa cinta dan sayang diantara mereka. Ini adalah hal biasa dan dapat terjadi kepada siapapun di dunia nyata. Inilah salah satu resep yang menjadikan film romantic comedy menyenangkan untuk ditonton. Namun setiap film yang menyandang alur cerita yang sama tidak serta merta melupakan sisi unik dalam setiap film agar mereka dapat berdiri sendiri tanpa harus dibanding-bandingkan. Seperti film di atas yang mengambil tema yang sama, namun mengedepankan sisi one night stand.

Sesuai dengan namanya, one night stand memang hanya berlangsung atau dilakukan sekali saja tanpa adanya rasa ketertarikan emosional. One night stand bertujuan untuk memuaskan nafsu fisik, tidak ada hal lain setelah itu. Namun bagaimana jika hal tersebut menjadi pintu yang membuka jalan menuju hal-hal diluar fisik? disinilah letak keunikan film ini.

Romantic comedy memiliki beberapa aspek utama yang tidak boleh lepas, chemistry antara kedua tokoh utama, cerita yang umum namun unik, dialog yang aktif, dan karakter yang tidak dibuat-buat namun tetap menghibur, terakhir adalah dapat menghidupkan sisi romantisme dalam menjalankan hubungan percintaan.Film romantic comedy harus dapat menjelaskan bagaimana cinta itu tidak mengekang, berat, dan serius, melainkan sederhana, santai, lucu dan menyenangkan.

Thursday, August 28, 2014

Found Footage Genre

Adakah dari kalian yang pernah menonton film Cloverfield tahun 2008, atau Chronicle tahun 2012, atau film horor Paranormal Activity? Beberapa dari film tersebut menggunakan teknik yang disebut dengan Found Footage.
Found footage merupakan sebuah teknik pengambilan gambar yang menyerupai pengambilan gambar amatir dan rekaman cctv. Tujuan dari teknik ini adalah untuk lebih membuat kesan nyata dalam sebuah film. Para aktor dan aktris nya sering kali merupakan orang dibalik kamera yang mengabadikan momen sekaligus berakting. Sejarah dari teknik ini dimulai dari film Cannibal Holocaust tahun 1980, namun tidak begitu banyak di sukai. Paranormal Activity adalah film yang kembali membuat booming teknik ini sehingga found footage dijadikan istilah genre film.
Beberapa keuntungan yang ada dalam found footage adalah kesan real dalam sebuah film sangat terasa. Hal inilah yang membuat para sineas film horor menggunakan teknik ini dan alhasil, sebagian besar film horor yang beredar dari tahun 90-an sampai saat ini menggunakan teknik found footage dan para penonton pun sangat menyukainya. Kedua adalah dana. Para pengguna teknik ini dapat meminimalisir dana dengan teknik ini, karena gambar yang dihasilkan melalui teknik ini merupakan gambar amatiran dan tidak memerlukan grafik komputer berlebihan.
Namun, bagi mereka penyuka kemewahan dan kecanggihan teknik pengambilan gambar serta ingin memanjakan mata dengan pemandangan serta panorama yang indah, maka film genre ini mungkin tidak cocok untuk anda. Dalam genre ini, jika anda tidak terbiasa akan pusing dibuatnya krn banyak sekali gambar bergoyang dan sering tidak fokus. Namun hal inilah yang membuat unik dari found footage genre.
Sang aktor yang juga memegang kamera dan mengabadikan setiap kejadian yang dia alami menambah kesan real dalam film khususnya film horor. Jadi, bagi kalian penyuka found footage genre, berbahagialah karena abad 21 adalah saat dimana genre ini kembali populer.

Monday, September 23, 2013

“BASED ON REAL EVENT' DAN “INSPIRED BY TRUE STORY” SISI AKURAT DALAM SEBUAH FILM


Seberapa banyak dari kalian yang menganggap bahwa sebaik apapun sebuah film, semua itu hanya fiktif belaka. Pandangan tersebut memang benar adanya, namun tidak 100% aspek dari film adalah fiktif. Beberapa bagian dalam film pasti ada kaitannya dengan dunia nyata bahkan benar – benar terjadi. Namun pertanyaannya adalah seberapa banyak? Seberapa banyak aspek dalam film yang benar – benar nyata?

Banyak dari film - film yang menggunakan kata “Berdasarkan Kisah Nyata”, atau “Terinspirasi Dari Kisah Nyata”. Namun seberapa akuratkah sebuah film yang menggunakan kata – kata seperti itu? Atau itu hanya trik pemasaran sebuah film? Saya sendiri tidak dapat mengukur dan sebenarnya juga bertanya – tanya hal yang sama. Namun pandangan saya adalah setiap film memiliki maksud yang berbeda – beda. Proses pembuatan sebuah film pun tidaklah gampang, butuh waktu berbulan – bulan bahkan bertahun – tahun untuk merampungkan sebuah film. Dan tidak hanya satu orang yang terlibat dalam pembuatan sebuah film. Jadi pandangan saya, film merupakan sesuatu yang kompleks tapi juga simple. Kompleks dalam artian terdapat berbagai macam aspek, perilaku, tujuan, makna, dan pihak – pihak yang terlibat di dalamnya. Simple dalam artian tujuan dasar dari sebuah film, dari dulu hingga sekarang tetap mendasar yaitu untuk menghibur.

Karena sifat film yang kompleks dan juga simple, maka sangat disarankan agar melihat film dengan pandangan kritis namun juga santai. Janganlah terlalu terbawa emosi jika menonton film tertentu karena tujuan utama film adalah untuk menghibur. Namun juga jangan terlalu santai menganggap film, karena terdapat kalimat – kalimat tersembunyi di dalamnya. Lalu jika sebuah film mengusung tema “Berdasarkan Kisah Nyata” apakah itu sama dengan film dokumenter? Jawabannya Tidak. Seperti yang telah disebutkan diatas, banyak pihak yang ikut campur dalam pembuatan film, dan pihak-pihak ini memiliki tujuannya masing – masing. Oleh sebab itu keakuratan sebuah film perlu dipertanyakan. Lain halnya dengan film dokumenter. Sifat film dokumenter adalah menyampaikan informasi seakurat mungkin, oleh karena itu banyak film dokumenter yang kontroversial.

Saya akan memberi contoh kasus 2 film yang mengusung tema “Berdasarkan Kisah Nyata” namun tidak sepenuhnya akurat. Pertama adalah film yang akan rilis berjudul “The Fifth Estate”. Film tersebut memang mengangkat tema konspirasi Wikileaks yang semua orang tahu itu benar – benar terjadi.Tokoh yang dimainkan oleh Benedict Cumberbatch pun benar – benar ada dan masih hidup yaitu Julian Asange. Lalu masalahnya dimana? Julian sendiri tidak mensuport film ini. Dalam Time Magazine, Julian mengaku isi dan pertikaian dalam film ini sepenuhnya didramatisir. Benedict sendiri menyetujui pernyataan Julian, ia mengatakan bahwa film ini bukanlah film dokumenter jadi sudah pasti beberapa adegan di dalamnya akan didramatisir sesuai dengan saran berbagai macam pihak. Namun Benedict juga menyatakan bahwa diluar pendramatisiran adegan, pesan dan kejadian yang ada di dalamnya sepenuhnya benar – benar terjadi. Contoh kedua adalah film “The Bling Ring”. Film yang mengangkat kejadian perampokan rumah para selebritis oleh sekelompok remaja ini memang benar – benar terjadi. Namun menurut salah satu tersangka, dalam film tersebut karakternya dibuat berlebihan, dan perilakunya sama sekali tidak seperti yang di filmkan.


Dari dua contoh diatas, terbukti bahwa keakuratan sebuah film perlu dipertanyakan. Tidak ada film yang 100% akurat. Banyak pihak yang terlibat di dalamnya yang juga ikut merubah keakuratan kisah aslinya. Pendramatisiran dalam film sering kali terjadi. Hal ini karena sifat manusia sendiri yang lebih tertarik dengan konflik dan drama. Oleh karena itu, agar lebih menarik perhatian penonton, film dibuat lebih dramatis, namun dramatisasi itu membuat keakuratan film semakin kabur. Karena tujuan dasar dari sebuah film adalah untuk menghibur penonton. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk tidak terlalu terpengaruh oleh apa yang kalian lihat di film. Berusahalah untuk menonton film dengan cerdas dan memikirkan apa tujuan dasar sebuah film.