Saturday, November 23, 2019

The Crown : The Ideal Portrait of a Not so Ideal Life of The Royal Family




Tv series garapan Netflix berjudul The Crown yang saat ini baru saja selesai menayangkan episode terakhir dari season terbarunya menuai banyak pujian dan popularitas semenjak awal ditanyangkan. The Crown mengisahkan kehidupan Ratu Inggris Elizabeth II yang saat ini masih memimpin kerajaan Inggris. Sejak awal penayangan, The Crown menuai pujian, dari mulai penampilan para aktor, penyusunan script, pengambilan gambar, dan sutradaranya. Sang penulis naskah ingin mengangkat topik-topik yang memang benar-benar tejadi dalam kehidupan keluarga kerajaan Inggris, dan fokus kepada apa yang Ratu Elizabeth II lalui semasa menjabat sebagai wanita terpenting dalam jajaran kekuasaan Inggris.


Dalam serial tersebut, kita melihat bagaimana kehidupan mereka jauh dari kesan ideal. Hubungan suami istri antara sang ratu dengan suaminya, dilema yang dihadapi dalam mengambil keputusan politik, dan kritik-kritik pedas yang dialami keluarga kerajaan, hingga skandal yang dihasilkan oleh anggota keluarga mereka sendiri. Seolah-olah semua hal harus mereka selesaikan dengan sempurna hanya karena mereka merepresentasikan keluarga yang ideal, hidup dengan kemewahan, dan privilege yang jauh dari apa yang rakyat mereka dapatkan.


Rakyat Inggris tidak salah menuntut kesempurnaan dari keluarga kerajaan. Mereka membayar pajak demi keluarga kerajaan hidup nyaman, dan bagaikan konsumen, masyarakat menuntut keluarga kerajaan menjalankan tugasnya dengan baik. Namun terkadang kita sebagai konsumen tidak melihat dari dekat. Kita hanya fokus kepada kesalahan dan lupa untuk mengingat hal-hal dan tanggung jawab yang harus mereka tanggung sebagai keluarga paling berpengaruh di dunia. Jika mereka membuat kesalahan, yang pasti mereka temui karena tidak ada yang sempurna di dunia ini, bukan masyaratakt Inggis sebagai konsumen yang menjadi sorotan, tetapi Ratu Elizabeth. Ia bertanggung jawab atas semua itu, dan tanggung jawab sebesar itu mahal harganya.


Hal inilah yang The Crown coba tampilkan, kehidupan keluarga kerajaan Inggris yang juga diliputi drama, pertengkaran, kesedihan, dan manipulasi yang layaknya keluarga biasa, selalu dilalui. Mereka juga memliki anggota keluarga yang tidak ideal, anggota keluarga yang malu untuk mereka tampilkan, selalu membuat onar, layaknya keluarga biasa. Walaupun drama yang ditampilkan terkadang berlebihan, dan mungkin saja tidak pernah terjadi tetapi bukan itu tujuannya. Mereka juga manusia, itulah yang coba ditampilkan oleh The Crown. 



Monday, July 22, 2019

500 Days of Summer. 10 Tahun Kemudian.

Bagi kalian para pecinta romantic comedy tahun 2000an, mungkin sudah pernah mendengar film berjudul “ 500 Days of Summer “, yang dirilis tepat 10 tahun yang lalu. Untuk memperingati ulang tahun 500 days of summer yang ke 10, saya mencoba untuk membahas beberapa aspek dalam film ini yang masih diperbincangkan oleh para pecinta film sampai sekarang. Aspek-aspek ini tidak habis-habisnya di bahas baik lewat platform youtube, blogger, bahkan sampai majalah online maupun cetak. Bagi yang belum nonton dan yang gak suka spoiler bisa search dulu film nya dan tonton sampai habis, setelah itu bisa balik lagi ke sini. Bagi yang belum nonton tapi gak peduli akan spoiler, mari kita bahas. 
500 days of summer mengisahkan seorang pria bernama Tom yang jatuh cinta dengan wanita bernama Summer (persis seperti judul filmnya, yang sebenernya adalah kode dari 500 hari Tom bersama Summer). Tom bertemu Summer di tempat mereka bekerja (office romance gitu deh), dan pertama kali ketemu Summer, Tom langsung jatuh cinta. Tapi karena temen kerjanya (yang juga temen deket Tom) membuat Tom agak ragu mendekati Summer. Singkat cerita, suatu hari perasaan suka Tom diketahui Summer, dan akhirnya mereka pacaran. Suatu hari, perasaan Summer berubah drastis, dan terjadilah pertengkaran hebat yang akhirnya membuat mereka putus. Tom amat sangat patah hati, dan seketika mood nya berubah suram, Tom tidak masuk kerja, kalaupun masuk kerja, ia sulit konsentrasi, dan pekerjaannya terbengkalai. Fast forward, Tom ketemu lagi dengan Summer di suatu event, dan mulai lah cinta lama bersemi kembali. Harapan Tom untuk merajut cinta kembali dengan Summer berakhir setelah Tom melihat  Summer mengenakan cincin pernikahan. Seketika perasaan patah hati itu kembali, namum kali ini lebih menyakitkan.

Setelah kalian membaca plot ceritanya, seperti  cerita komedi romantis pada umumnya kan? Cowo ketemu cewe, saling tertarik, pacaran, berantem, putus, dan patah hati. Tapi, ada beberapa hal dalam film 500 days of summer yang layak untuk dibahas lebih lanjut. Personally, saya akan mebahas 3 aspek tersebut : 

1.      Not Manic Pixie Dream Girl.
Manic pixie dream girl adalah istilah bagi karakter/tokoh wanita dalam drama baik film maupun theater yang sempurna dari segi personality, unik dalam berpakaian, cantik secara fisik, menarik dalam berperilaku, dan instantly membuat karakter utama pria jatuh cinta. Jadi bayangkan seorang tokoh wanita yang perfect in every way yet so mysterious, cantik, original, menggoda. Nah itulah definisi umum dari manic pixie dream girl, tujuannya apa dibuat tokoh seperti itu?, tentu dalam sebuah drama, semua tokoh memiliki peran dan tujuannya, nah kalau tokoh ini fungsinya simple, yakni mengajak tokoh utama pria ke tujuan yang telah di tetapkan oleh sang penulis atau creator drama. Entah tokoh utama pria itu harus belajar tentang pahitnya hidup, indahnya jatuh cinta, atau belajar tentang kenyataan hidup dan mati, semua secara tidak langsung diajarkan oleh sang manic pixie dream girl. Lalu hubungannya dengan 500 days of summer apa? Banyak yang mengatakan bahwa Summer adalah tipikal Manic Pixie Dream Girl, dimana gara-gara Summer, Tom akhirnya belajar bagaimana bahagianya jatuh cinta, dan sedihnya di khianati. Summer pun memiliki semua kriteria dari manic pixie dream girl, namun menurut saya, Summer bukanlah tokoh yang dibuat sebagai manic pixie dream girl. Summer ada hanya karena Tom, dan jika Tom tidak membayangkan Summer, maka Summer tidak muncul dalam film. Summer hanya muncul jika Tom mengingat atau berinteraksi denganya. Summer bukan tokoh independent, ia hanya proyeksi dari Tom, sang tokoh utama. Sedangkan sifat dari tokoh manic pixie dream girl adalah bebas, ia tidak terikat oleh sang tokoh utama, ia bebas keluar masuk plot cerita dalam drama.
2.  Summer is the object of Tom.
Summer ada dalam cerita karena Tom. Dalam film, perpektif yang ditampilkan adalah hanya dari sisi Tom, sang tokoh utama. Summer muncul dalam scene ketika Tom bertemu dengannya, atau mengingat tentangnya. Dengan kata lain Summer akan muncul jika Tom menginginkannya untuk muncul. Kedalaman karakter dari Summer pun tidak diperlihatkan, hal ini dikarenakan kita tidak melihat sisi lain dari Summer, kita melihat Summer dalam scene hanya dari pandangan Tom. Selain itu, perubahan sifat Summer secara tidak langsung merupakan refleksi dari perubahan mood Tom. Hingga di akhir film, ketika tokoh Summer beranjak dewasa secara emosional, begitu juga Tom.
3. It’s not Summer’s fault.
Sebagian besar orang yang menonton film ini menyatakan bahwa semua ini salah Summer. Tom hanyalah seorang pria tidak bersalah yang lugu, yang dimanfaatkan oleh Summer, dan akhirnya dicampakkan begitu saja hingga patah hati. Hal ini menurut saya tidak benar. Tom juga bersalah. Sejak awal mereka mulai dekat, Summer dengan tegas menyatakan pendapatnya bahwa ia tidak sedang mennginginkan hubungan yang serius. Disanalah seharusnya Tom sadar bahwa hubungan mereka akan berakhir kandas, dan Summer hanya menginginkan kesenangan semata. Jika Tom benar-benar mendengarkan apa yang dikatakan Summer, dan setuju untuk menjalani hubungan seperti itu, semua akan baik-baik saja, jika Tom tidak sanggup, ya sudahi saja. Namun apa yang terjadi?,ketika Summer membuka hati dan berkata jujur kepada Tom tentang apa yang ia inginkan, Tom tidak mendengarkan, ia menganggap itu sebagai kata-kata tidak berarti. Setelah itu, ketika Summer mulai jenuh, dan sikapnya pun mulai berubah, disanalah Tom merasa seperti dicampakkan, tidak dipedulikan, dan dianggap tidak berarti. Tom menuntuk kejelasan atas hubungan mereka, namun Summer semakin menarik diri dan menganggap Tom sebagai teman. Disinilah audience melihat Tom sebagai korban dan Summer sebagai pelaku kejahatan. Hal ini tidak sepenuhnya salah audience. 500 days of summer, memang mengisahkan kisah cinta dari perspektif Tom, jadi otomatis kita digiring untuk bersimpati terhadap Tom. Namun jika kita melihat dari keseluruhan cerita, hal itu menjadi berbeda.
Tidak banyak film romantic comedy yang mempunyai plot simple tetapi mengundang banyak pertanyaan dan pembahasan sampai 10 tahun setelah film tersebut rilis. Inilah keunikan dari 500 days of summer, dan mengapa film ini dinobatkan sebagai timeless classic romantic comedy (termasuk menjadi salah satu film favorit saya), dan merupakan film yang dapat dinikmati semua gender. Hal pendukung lainnya yang juga berperan penting adalah performance dari Joseph Gordon Levitt sebagai Tom, dan Zooey Deschanel sebagai Summer yang super oke, chemistry dari keduanya, dan production design yang kece. Kedua actor tersebut berhasil memerankan Tom dan Summer denganamat sangat baik hingga penonton merasa bersimpati. Bagi kalian yang belum nonton, ini salah satu film rekomendasi saya, kalian bisa belajar banyak hal terutama tentang bagaimana melihat hubungan percintaan dari dua sisi dan bagaimana menyingkapi percintaan dengan dewasa. Banyak film yang hanya dibuat untuk menghibur, dan itu tidak salah, memang film dibuat untuk itu. Namun jika kalian menemukan sesuatu yang lebih ya kenapa tidak?. Film ini mengajarkan saya bahwa everything is not as they seem. Cobalah untuk melihat sesuatu lebih dari apa yang disajikan di depan mata. You might be surprised to what you’ll found.

Silahkan melihat link-link di bawah ini sebagai bahan referensi :